“Mengapa orang harus beragama?”
“Mengapa?”
“Mengapa balik bertanya?”
“Pertanyaanmu lucu” seorang laki-laki
perawakan sedang, rambut cepak, kulit putih, duduk di bangku semen di bawah pohon.
Lawan bicaranya, yang punya ciri fisik hampit
sama, hanya sedikit lebih kurus, berdiri memunggungi. Tangan kirinya memegang
ranting kering, sementara tangan kananya mematah-matahkan ranting sedikit demi
sedikit.
“Semua agama mengajarkan pada kebaikan. Lalu
untuk apa memlilih agama? Meyakini hal-hal yang aneh. Memaksakan diri melakukan
ritual peribadatan yang melelahkan, bahkan sering kali tidak efisien”
“Apakah kau pikir orang beragama terpaksa
melakukan itu semua?”
“Kupikir iya”
“Termasuk aku?”
“Mengapa kau malah bertanya kepadaku?”
Si sedang tersenyum, lalu melanjutkan
perkataanya pada si kurus yang sudah beralih posisi. Duduk di bangku semen yang
sedikit rusak. “ Apa selama ini kamu tidak beragama?”
“Dulu pernah. Tapi setelah kurasa tak ada
gunanya lagi, aku berniat tidak memeluk agama manapun “
“Tidak ada gunanya”